Upaya pemerintah dalam mengatasi penyebaran Covid-19 yang menjadi pandemi global di Indonesia melalui pembatasan sosial telah menimbulkan tantangan baru pada dunia pendidikan, khususnya sekolah formal. Proses belajar mengajar yang selama ini dilakukan di dalam kelas dengan adanya interaksi antar-siswa maupun siswa dengan guru dialihkan menjadi proses belajar menggunakan piranti digital sebagai mediator pertemuan. Melalui Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 03/KB/2019 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi Coronavirus Disease 19 (Covid-19), maka secara formal telah dikukuhkan bahwa pembelajaran wajib dilakukan secara jarak jauh. Sebanyak 25,49 juta siswa Sekolah Dasar (SD), 10,13 juta siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), 7,78 juta siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 4,9 juta siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada Maret 2020 telah beralih pada metode pembelajaran daring.

Perbedaan faktor sosial dan ekonomi masyarakat telah memberikan tantangan terhadap siswa, guru, dan orang tua. Policy brief ini akan menjawab dua pertanyaan yang yang meliputi

  1. Bagaimana kendala yang dihadapi oleh guru, siswa, dan orang tua siswa dalam menerapkan metode pembelajaran daring?
  2. Apa dampak dari keterbatasan tiap aktor dalam menerapkan pembelajaran daring pada masa pandemi COVID-19?

Untuk membaca policy brieft hasil penelitian dari Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) MAP Fisipol UGM dan Forbil Institute tentang persoalan sekolah daring, silahkan dapat diunduh melalui: http://tinyurl.com/LearningLossEraCOVID-19