[av_textblock fold_type=” fold_height=” fold_more=’Read more’ fold_less=’Read less’ fold_text_style=” fold_btn_align=” textblock_styling_align=” textblock_styling=” textblock_styling_gap=” textblock_styling_mobile=” size=” av-desktop-font-size=” av-medium-font-size=” av-small-font-size=” av-mini-font-size=” font_color=” color=” fold_overlay_color=” fold_text_color=” fold_btn_color=’theme-color’ fold_btn_bg_color=” fold_btn_font_color=” size-btn-text=” av-desktop-font-size-btn-text=” av-medium-font-size-btn-text=” av-small-font-size-btn-text=” av-mini-font-size-btn-text=” fold_timer=” z_index_fold=” id=” custom_class=” template_class=” av_uid=’av-m3p82wic’ sc_version=’1.0′ admin_preview_bg=”]
[av_textblock fold_type=” fold_height=” fold_more=’Read more’ fold_less=’Read less’ fold_text_style=” fold_btn_align=” textblock_styling_align=” textblock_styling=” textblock_styling_gap=” textblock_styling_mobile=” size=” av-desktop-font-size=” av-medium-font-size=” av-small-font-size=” av-mini-font-size=” font_color=” color=” fold_overlay_color=” fold_text_color=” fold_btn_color=’theme-color’ fold_btn_bg_color=” fold_btn_font_color=” size-btn-text=” av-desktop-font-size-btn-text=” av-medium-font-size-btn-text=” av-small-font-size-btn-text=” av-mini-font-size-btn-text=” fold_timer=” z_index_fold=” id=” custom_class=” template_class=” av_uid=’av-m3p82wic’ sc_version=’1.0′ admin_preview_bg=”]
Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat aman untuk menuntut ilmu pengetahuan, pada kenyataannya menjadi tempat yang sering terjadi kekerasan seksual. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) pada 2020, menunjukkan 77% dosen mengakui bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampusnya, namun 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahui kepada pihak perguruan tinggi (Kemendikbud, 2021). Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang tubuh, dan fungsi reproduksi seseorang.
Bulletin Insight pada edisi 4(2) 2023 mengulas tentang kondisi pekerja informal di DI Yogyakarta. Dalam edisi ini, ada dua artikel hasil penelitian yang ditulis oleh mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik (MIAP) Universitas Gadjah Mada, yaitu:
- Dinamika Kelas Sosial Perkotaan: Produksi dan Reproduksi Petty Commodity Producers Bubur Kacang Ijo (Burjo) di Yogyakarta,
Dian Silviani, Dina Melisa Hardiyanti, & Christinne Greyssye Fatubun - Realitas Kondisi Buruh Gendong dalam Perspektif Ekonomi Politik,
Lina Putri Prabawati, Sepriza Elysa, & Siti Nurhidayah
Judul: Kemitraan Semu dalam Ekonomi Gig di Indonesia
Editor: Ari Hernawan, Arif Novianto, & Anindya Dessi Wulansari
Penerbit: IGPA Press
Terbal: 222 halaman
INFORMASI BUKU:
Hubungan kemitraan sejak booming layanan transportasi online menjadi semakin menyebar luas. Tren mengklasifikasikan pekerja sebagai “mitra” kini menjadi jamak ditemui. Persoalan muncul, ketika para pekerja yang diklasifikasikan sebagai mitra tidak mendapatkan hak sebagai mitra. Pada praktiknya, hubungan kemitraan justru digunakan oleh perusahaan untuk mengalihkan risiko bisnis ke pekerja. Pada konteks tersebut, yang berjalan adalah kemitraan semu bukan kemitraan sejati.
Forced to work in old age: a study of elderly online drivers
Haening Ratna Sumiar, S.Psi, M.Sc., Andi Adnan, S.Sos, Rahmad Indrawan Manopo, S.A.P, M. Wahyu Agani, S.IP., Much Faisal Syahputra
This research aimed to understand the working conditions and work motivation of elderly online drivers. At least 15 elderly online drivers participated in this research. The results of our research show that all elderly online drivers still have dependents (wife and children) who need to be supported. So financial motivation is the main reason they become online drivers. Apart from that, inadequate working conditions, including control of algorithms and low wages, increase their vulnerability as elderly online drivers. However, the flexibility of time and ease of requirements to become an online drivers are advantages in this sector.
Policy Diffusion of Indonesian Bureaucratic Simplification Policies in the Era of Regional Autonomy (Case Study of Yogyakarta Special Region)
The goal of this study is to understand the effects of the bureaucratic simplification policy transfer from central to regional government, particularly in relation to Indonesia’s decision to eliminate Echelon 3 and Echelon 4. In order to enhance public services and accelerate community access to public services, Echelons 3 and 4 were eliminated to shorten the bureaucratic process. This research takes the case of DIY as one of the regions with the best Bureaucratic Reform Index in Indonesia. Interviews were held with representatives from the following organizations in the Special Region of Yogyakarta: Regional Planning and Development Agency, Women’s Empowerment, Child Protection and Population Control Service, Investment and One-Stop Integrated Services, Financial and Asset Management Agency, and Regional Personnel Agency. The results of this research indicate that the transfer of bureaucratic simplification policies was not carried out completely (incomplete transfer) from the central government to regional governments. The transition of positions was not prepared carefully, resulting in a lot of confusion regarding work mechanisms. Unequal awareness of the necessity of this policy among civil servants resulting in the minimum, or worse, no improvement in public services.
Dr. Erda Rindrasih, MURP, Dr. Drs. Ratminto, M.Pol. ADMIN, Kurnia Cahyaningrum Effendi, SIP, MPA, Dian Silviani, S.AP.
Seiring dengan meningkatnya mobilitas manusia dan meningkatnya konektivitas infrastruktur, risiko bencana diperkirakan akan meningkat, terutama di destinasi wisata alam seperti taman nasional. Di Indonesia, banyak destinasi wisata terkenal yang terletak di daerah yang rawan bencana, di mana hanya ada sedikit upaya untuk mengimplementasikan strategi dan program yang bertujuan untuk mengurangi risiko bagi wisatawan dan penduduk lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi untuk meningkatkan pengurangan risiko bencana di kawasan Borobudur Prambanan Yogyakarta, Indonesia, yang rentan terhadap bencana. Analisis AWOT (AHP+SWOT) digunakan untuk melakukan perbandingan berpasangan terhadap faktor-faktor yang ada untuk memprioritaskan faktor-faktor tersebut berdasarkan nilai eigen dan menghasilkan opsi-opsi strategis untuk meningkatkan pengurangan risiko bencana di daerah-daerah tujuan wisata. Temuan yang paling penting dari penelitian ini adalah bahwa penerapan kebijakan penggunaan lahan untuk meningkatkan pengembangan pariwisata dengan tetap mempertimbangkan dampak bencana merupakan hal yang sangat penting. Studi ini memperkuat landasan metodologis untuk menentukan strategi dalam mengurangi risiko bencana di kawasan pariwisata, khususnya dengan fokus pada kasus destinasi wisata Borobudur, Yogyakarta, dan Prambanan.
Institutionalizing Smart City: a city and a municipality perspective
Bima Katangga, S.IP, MPA. Sania Octa Priscilia, S.A.P dan Andre Lofika Pegi, S.AP
Penelitian ini mengkaji implementasi konsep smart city di Kota Yogyakarta dengan fokus pada fenomena-fenomena yang muncul selama proses penerapan. Berdasarkan temuan awal, penelitian ini menyoroti beberapa masalah krusial seperti kesalahpahaman konsep smart city, paternalisme dalam pengambilan keputusan, governmentality dalam regulasi dan perencanaan, serta kurangnya penetapan target dan indikator penilaian kesuksesan. Melalui pendekatan analisis interpretatif mendalam, studi ini bertujuan untuk menjelaskan kompleksitas dan ambiguitas dalam perencanaan dan pelaksanaan kota pintar di Kota Yogyakarta, menekankan perlunya pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif.
“Mapping Out the Policy Stakeholder Perspective on a Transport Infrastructure Development: Case Airport Dhoho Kediri”
Dr. Yuyun Purbokusumo, M.Si, Kurnia Cahyaningrum Effendi, SIP, MPA, Marzuki, S. AN
Pengembangan Bandara Dhoho Kediri yang didanai melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, pembangunan bandara ini juga menimbulkan risiko dan biaya pada sektor ekonomi, lingkungan, dan budaya. Penelitian ini melalui kajian pustaka bertujuan untuk memahami perspektif para pembuat kebijakan dalam pengembangan bandara dan hubungan dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa kepentingan publik diprioritaskan. Perjalanan dari awal hingga pembangunan sangat kompleks, mulai dari implementasi KPS yang disebabkan oleh pembebasan lahan dari badan usaha dan penyerahan aset dan lahan kepada pemerintah hingga respon masyarakat yang bergejolak. Para pemangku kepentingan sepakat bahwa pembangunan bandara ini memberikan manfaat, namun proses pembangunannya diwarnai gejolak dan konflik kepentingan. Temuan-temuan ini akan digunakan sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah Indonesia dalam merencanakan pembangunan infrastruktur.